Bank Syariah Sebagai solusi Yang Berkeadilan dan Berkerakyatan


Bank Syariah Sebagai solusi Yang
Berkeadilan dan Berkerakyatan

PENDAHULUAN
Krisis perekonomian yang melanda berbagai kawasan Asia, Eropa, Amerika Latin, bahkan Amerika Serikat, menyisakan pertanyaan besar, apakah sistim ekonomi yang berlangsung saat ini merupakan sistem satu–satunya yang mampu menjawab persoalan umat manusia? Apakah kapitalisme?, liberalisme yanmg mengusung gagasan pasar bebas, mekanisme pase uang berbasis interes dan usuary, serta dominasi mata uang sebagai komoditas yang diperjual belikan merupakan jawaban tunggal bagi ekonomi masyarakat dunia? Apakah sosialisme sepenuhnya dapat menggantikan ? apakah umat manusia hanya dapat memilih salah satu dari keduanya? Mengapa cara lain yang sepatutnya digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan rumah dalam tatanan ekonomi mikro maupun makro, yaitu sistim nilai dan kelembagaan yang berbasis ajaran agama, khususnya dalam Islam belum menyentuh banyak kalangan pemikir, pelaku pasar maupun tokoh-tokoh pemerintahan didunia.
Banyak jawaban dan spekulasi atas pertanyaan-pertanyaan ini. Namun, secara nyata jawaban-jawaban yang ditempuh untuk mengatasi krisis perekonomian justru semakin memperkuat peran lembaga-lembaga ekonomi kapitalis, melalu design kelembagaan pasar bebas, peran lembaga-lembaga multilateralistik seperti, World Bank, International Monetary Fund (IMF), WTO (world trande organisation), Asia Development Bank (ADB), dan para pelaku pasar dunia lain , yang saling terintegrasi menciptakan sistemnya sendiri, baik untuk kepentingan negara-negara yang mendominasi lembagalembaga tersebut, maupun kepentingan pelaku pasar yang telah menginvestasikan dananya melalui atau atas pengaruh lembaga-lembaga tersebut. Adakah jalan dari institusi-institusi ekonomi kapitalistik ini terbukti benar? Fakta menunjukkan, bahwa hingga saat ini, baik kasus amerika Selatan (Argentina, Brasil, Mexsico, Peru, dan lainnya), Asia Tenggara (Indonesia,Thailand, Korea Selatan, Philipina), bahkan di Rusia yang mencoba mengadopsi pasar bebas Eropa Barat berbasis kapitalisme, kegagalan demi kegagalan masih terus berlangsung. Kegagalan-kegagalan itu, secara tragis telah meningkatkan utang dan ketergantungan financial yang semakin besar dari negara yang mengalami krisis, serta berkurangnya asset-asset Negara tersebut karena beralih pemilikan untuk membayar utang dan memenuhi anggaran belanja masing-masing.
Dalam proses ini, salah satu instrumen penting yang digunakan adalah lembaga keuangan dan perbankkan. Mengingat lembaga inilah yang dapat menjadi media transaksi keuangan dengan berbagai portofolio produk maupun jasanya, termasuk instrumen-instrumen yang menfasilitasi utang antar negara maupun jual beli asset antar menggerakkan perekonomian sector riil sebagai instumen untuk pemerataan kemakmuran umat manusia.
Mengapa banyak yang terlena dan tidak segera memperkuat sistim perekonomian dan perbankan Islam untuk meraih kembali ketertinggalan dan keterpurukan saat ini? istrumen negara maupun umat menusia dalam mengelola semberdayanya? Sebagai mungkin akibat kurang memahami, sebagian lagi karena mungkin belum cukup mengimani, sebagian lain mungkin tak peduli. Ditengah keraguan atau mungkin ketidak fahaman, dan pengalaman yang ada, makalah pendek ini, ingin mengulas sedikit peristiwa dari pengalaman masa krisi perbankan nasional, dengan harapan semoga menambah energi dan inspirasi untuk mewujudkan sistim ekonomi ilahiah, dan mewujudkan kebenaran Islam sebagai sistem dan mekanisme universal bagi umat manusia, melalui perbankkan syariah.

LANDASAN TEORI
Memburuknya situasi perekonomian Indonesia akibat kebijakan suku bunga tinggi dan depresiasi nilai tukar mata rupiah membawa akibat yang sangat buruk pada dunia perbankkan. Kontraksi output sector perbankkan pada tahun 1998 mancapai 35% atau sekitar 3 kali lebih parah dibanding sector lainnya. (lihat misalnya : restrukturisasi perbankkan di Indonesia: pengalaman bank BNI, Indef, Jakarta Juli 2003). Dari berbagai catatan, setidaknya selama krisis, dunia perbankan nasional mengalami lima masalah sebagai berikut:
1. Negatif spread. Masalah ini terjadi karena bank harus membayar biaya bunga kepada deposan (cast of fund) dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga pinjaman tidak bisa disesuaikan sepenuhnya.
2. Likuiditas masalah likuiditas terutama dirasakan oleh bank swasta. Mobilitas dana masyarakat yang masuk-keluar perbankan menjadi sangat tinggi, dan sebagai akibatnya bank-bank terpaksa memerlukan suku bunga tinggi agar dana masyarakat dapat terhimpun. Masalah likuiditas terjadi akibat rush terhadap bank swasta, sementara bank-bank yang mengalami kelebihan likuiditas tidak mau menolong bank-bank (flight to safety), terutama ke bank asing dan bank BUMN.
3. NOP (net open position) terjadi fluktuasi nilai tukar yang tajam menyebabkan bank-bank devisa mengalami kesulitan dalam menglola asset dan kewajiban yang didominasi dalam mata uang asing. Implikasinya, setiap terjadi pergerakan dalam nilai rupiah, maka bank-bank mengalami kerugian valas (foreign exchange loss). Sebagai akibat mudahnya bank-bank memperoleh pinjaman luar negeri untuk memenuhi kebutuhan atau likuiditas valuta asingnya, yang ironisnya sebagian besar tidak dilakukan lindung nilai (hadging), pada saat terjadi gejolak nilai tukar kewajiban bank
meningkat secara drastis.
4. NPL (Non-Performing Loan). Masalah ini muncul sebagai akibat terjadinya kontrakso output disatu pihak dan meningkatnya beban utang perusahaan karena meningkatnya suku bunga di lain pihak, maka kemampuan perusahaan membayar kredit menjadi berkurang. Konsekuensinya, bank harus menaggung jumlah NPL yang lebih besar. Dengan demikian bank diharuskan menyediakan PPAP yang pada gilirannya memperberat posisi keuangan bank.
5. permodalan (Capital). Beban negative spread, meningkatnya biaya pencadangan/PPAP karena meningkatnya NPL, penyelesaian utang luar negeri yang terkait dengan NOP, serta melonjaknya beban biaya overhead dan biaya operasional lainnya secara terakumulasi perlahan-lahan menggerogoti modal bank.

PEMBAHASAN
Perbankan Syariah Sebagai Solusi Berkeadilan dan Kerakyatan
Menurut undang-undnag no. 7 tahun 1992 yang diubah menjadi undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 ayat 1). Kemudian dilanjutkan dengan ayat 2 menyatakan bahwa bank adalah bandan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 juga mempertegas eksistensi prinsip usaha bank berlandaskan syariah, yaitu dalam ayat 3 yang berbunyi “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Pengerahan dana dari masyarakat dan penyalurannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan (financing) merupakan dua fungsi utama bank yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam hal ini, fungsi pembiayaan (financing) tidak mungkin ada tanpa fungsi pengerahan dana atau investasi masyarakat melalui perbankan (syariah).
Berdasarkan kedua fungsi tersebut, nampak adanya dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu: pertama, hubungan hukum antara bank dan nasabah pembiayaan. Melalui perbankan syaraiah hubungan kedua pihak itu tidak saling dirugikan.
Islam merumuskan sistem ekonomi berbeda dari sistem ekonomi lain, karena memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan setiap muslim dalam menjalankan setiap kehidupannya. Dalam hal ini Islam memiliki tujuan-tujuan syariah (maqosid asysyariah) serta petunjuk untuk mencapai maksud tersebut. Dalam Al-Mustasyfa, Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa tujuan utama syariah adalah meningkatkan kesejahteraan manusia yang terletak pada pemeliharaan 5 hal, yaitu: Imam (hifz al-iman), hidup, akal, keturunan dan harta benda (hifz al-maal). Segala tindakan yang berupaya meningkatkan kelima maksud tersebut merupakan upaya yang memang seharusnya dilakukan serta sesuai kemaslahatan umum. Sebagai sebuah keyakinan yang bersifat rahmatan lil ‘alamin (universal), Islam mudah dan logis untuk difahami, serta dapat diterapkan, termasuk didalam kaidah-kaidah muamalahnya (tat hubungan sosial ekonomi). Dalam hal ini ekonomi Islam sebagai bagian kegiatan muamalah sesuai kaidah syariah, adapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, Ijma’ (kesepakatan ulama) dan qias (analogi). Al-Quran dan as-Sunnah merupakan sumber utama, sedangkan ijma’ dan Qias merupakan pelengkap untuk memahami al-Quran dan as-Sunnah
Ekonomi Islam memiliki pandangan yang khusus terhadap uang sebagai alat tukar pembayaran dan itu pun dalam konteks terbatas. Uang tidak akan bernilai tanpa digunakan sebagai alat pembayaran. Oleh karena itu uang yang bertumpuk (idle) tidak sama dengan uang yang beredar. Jika kita menganggap uang yang disimpan memiliki nilai, berarti kita telah menyalahi fungsi uang sebenarnya. Menumpuk uang berarti menganggap bahwa harta itu kekal dan orang itu cenderung berbuat sewenang-wenang denganya.Halinilah yang membuat orang terangsang untuk membungakan uang, karena merasa memiliki power (kekuasaan) terhadap pihak lainnya. Tindakan ini merupakan suatu bentuk eksploitasi suatu pihak terhadap pihak lainnya dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan sosial.
Selain soal pandangan terhadap uang, Islam juga memandang bahwa salah satu upaya merealisasikan nilai-nilai ekonomi Islam secara nyata adalah dengan mendirikan lembaga-lembaga keuangan dan perbankkan yang sesuai kaedah syariat Islam. Dari berbagai jenis lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktivitas ekonomi masyarakat modern. Tujuan bank syariah secara umum adalah untuk mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, financial, komersial dan infestasis sesuai kaidah syariah. Hal ini berbeda dengan bank konvensional yang tujuan utamanya adalah pencapaian keuangan yang setinggitingginya (profit maximization) Sedangkan prinsip utama bank Islam terdiri dari larangan atas riba pada semua jenis transaksi.

KESIMPULAN
EKONOMI Islam dan perbanknan syariah merupakan solusi bagi peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan ekonomi di muka bumi, termasuk di Indonesia. Merupakan kewajiban bagi umat Islam sebagai “khalifah” di muka bumi untuk meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan melalui kegiatan muamalah (berekonomi dan berniaga) yang sesuai kaidah-kaidah syariat Islam.
Saat ini peran perbankan syariat masih sangat kecil ditengah ready market umat Islam Indonesia yang amat besar jumlahnya. Banyak tantangan yang harus diselesaikan bersama oleh para pelaku, pemerintah dan masyarakat, termasuk keberanian ulama Indonesia untuk bersepakat dan mengeluarkan fatwa bahwa “bunga bank sama dengan riba dan karenanya haram hukumnya” Para pelaku usaha masih harus diyakinkan bahwa bank syariah mampu memberikan manfaat ekonomi langsung secara praktis maupun spiritual yang menjamin kehalalan dan keberkahan, sehingga mampu memurnikan jiwa, razqi, hata dan keturunan dari kemungkinan yang haram maupun yang syubhat.

DAFTAR PUSTAKA
syafii,agussyafii@yahoo.com
 http://ilmuperbankan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar